Jakarta –
Pengusaha memperkirakan kinerja produksi Telapak tahun ini cenderung stagnan. Tren yang tidak stabil telah terjadi sejak 2019.
“Saya kira angka produksi tahun ini masih tidak berubah. Bisa naik sedikit atau turun sedikit. Tapi cenderung flat,” kata Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono dalam jumpa pers di Kinerja Industri Kelapa Sawit 2022 di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Joko menjelaskan salah satu penyebab stagnannya produksi sawit adalah terlambatnya peremajaan sawit. Dia juga mengungkapkan, masalah pupuk juga berdampak negatif terhadap kinerja produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Jadi jelas cara replanting. Bener-bener ganti bibit dengan protas yang jauh lebih tinggi. Jadi itu butuh proses. Jadi menurut saya kinerja replanting menurut saya kurang maksimal,” ujar Joko.
Joko berharap setiap perusahaan tetap dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawitnya. Jika tidak ada inisiatif sendiri, kemungkinan besar perusahaan akan kesulitan mengalami pertumbuhan produksi minyak sawitnya.
“Kalau tidak meningkatkan produksi, tidak akan bertahan,” lanjutnya. Jadi setiap pengusaha harus memiliki inisiatif ini untuk mempertahankan kinerjanya masing-masing,” ujarnya.
Sementara itu, kinerja ekspor minyak sawit juga diprediksi menurun. Hal ini disebabkan kebutuhan dalam negeri yang meningkat, khususnya untuk program B35, mencapai 13 juta kilo liter atau setara 9,5 juta ton.
“Saya kira ekspor akan turun karena permintaan dalam negeri meningkat cukup banyak. Kuota ekspor akan dikurangi,” pungkasnya.
Kinerja ekspor minyak sawit tahun 2022 sebesar 30,803 juta ton. Bahkan angka itu lebih rendah dibandingkan tahun 2021 sebesar 33,674 juta ton. Bahkan, penurunan tersebut terjadi selama 4 tahun berturut-turut.
(ya/hn)