Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Kamis (9/2/2023) setelah berhasil menahan penurunan dua hari pada Rabu lalu. Pergerakan rupiah menunjukkan tingginya volatilitas pasar mata uang, terutama menerima sentimen dari Amerika Serikat.
Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melemah 0,1% menjadi Rp15.110/US$. Depresiasi meningkat menjadi 0,17% menjadi Rp15.120/US$ pada pukul 09:03 WIB, menurut data Refinitiv.
Kemarin, rupiah berhasil menguat 0,3% mendapat sentimen positif dari rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Januari 2023 yang naik menjadi 123, lebih tinggi dari 119,9 pada Desember 2022.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Survei Konsumen Bank Indonesia Januari 2023 menunjukkan bahwa keyakinan konsumen terhadap situasi ekonomi meningkat dibandingkan hasil bulan sebelumnya.
“Penguatan keyakinan konsumen pada Januari 2023 didorong oleh Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang mencatat peningkatan pada seluruh komponen penyusunnya, khususnya Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha dan Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja,” kata Kepala Bank Indonesia ( DUA). Departemen Komunikasi, Rabu (8/2/2023).
Peningkatan IKK dapat menjadi indikasi bahwa konsumen akan meningkatkan pengeluaran. Karena konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 50% dari PDB, peningkatan CCI dapat memberikan sentimen positif ke pasar keuangan.
Selain itu, laju penguatan indeks dolar AS terhenti setelah Ketua The Fed (Bank Sentral AS) Jerome Powell mengatakan bahwa inflasi di Amerika Serikat sudah mulai menurun.
Namun, Powell juga mencatat bahwa suku bunga bisa naik lebih tinggi dari prediksi sebelumnya jika inflasi naik lagi. Hal ini membuat pasar mata uang masih bergejolak.
“Kenyataannya adalah kita bertindak berdasarkan data. Jadi jika kita terus melihat data, misalnya pasar tenaga kerja yang kuat atau inflasi naik lagi, itu akan membuat kita menaikkan suku lagi dan mungkin lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya,” kata Powell. .
Artinya, data inflasi AS yang akan dirilis Selasa depan akan menjadi perhatian besar, karena data ketenagakerjaan masih sangat kuat.
Hasil polling dari Refinitiv menunjukkan inflasi berdasarkan indeks harga konsumen (IHK) pada Januari naik 0,5% dari bulan sebelumnya (month-on-month/month). Berbeda dengan Desember 2022 yang mengalami deflasi (penurunan harga) sebesar 0,1% (mom).
Selain itu, core CPI juga diprakirakan tumbuh 0,4% (mo), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan Desember sebesar 0,3% (mo).
Ekspektasi pasar tentang suku bunga The Fed kembali meningkat.
Sebelumnya, berdasarkan alat FedWatch CME Group, pelaku pasar melihat suku bunga puncak Fed tidak melebihi 5%. Namun kini, ekspektasi tersebut kembali ke semula 5% – 5,25%.
Padahal, ada kemungkinan 31% suku bunga The Fed akan berada di 5,25% – 5,5% pada Juni 2023. Probabilitas ini pasti bisa meningkat jika inflasi di Amerika Serikat kembali menunjukkan peningkatan.
Jika The Fed menaikkan suku bunga ke level tersebut, diperkirakan Amerika Serikat akan mengalami resesi.
PENELITIAN CNBC INDONESIA
[email protected].com
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Meregangkan Terhadap Dolar AS, Rupiah Mendekati Level Rp 15.600/USD
(pap/pap)