Jakarta –
Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa (demonstrasi) massal hingga akhir tahun ini. Hal itu dilakukan jika Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tidak dinaikkan sesuai ketentuan yakni 10,5% atau Rp 5.131.569.
Piter Abdullah, ekonom senior atau direktur penelitian di Center for Economic Reform (CORE), memperingatkan bahwa demonstrasi massal dapat mengganggu produksi industri dan ekonomi.
“Selama demo dilakukan sesuai ketentuan dan tidak memaksa semua pekerja untuk demo apalagi memaksa mogok, dampak ekonominya tidak akan besar. Kecuali yang dilakukan mogok dan dilakukan secara besar-besaran. , itu pasti akan mengganggu produksi dan perekonomian,” kata Piter saat dihubungi, Minggu (27/11/2022).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Di sisi lain, pemerintah tidak bisa mencegah buruh berdemonstrasi karena itu hak konstitusional. Peran pemerintah yang diperlukan adalah mengambil kebijakan yang terbaik bagi semua, baik pekerja maupun buruh.
“Pegawai menuntut kenaikan gaji, itu hak mereka, tapi pemerintah juga punya kekuatan dan harus mengambil kebijakan yang dianggap terbaik untuk semua,” katanya.
Direktur Center for Economic and Legal Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira meminta pemerintah dan pengusaha melihat dampak upah minimum dalam mendorong daya beli ekonomi. Jika pasar domestik Indonesia kuat saat upah naik, pemberi kerja juga akan diuntungkan.
“Selama ini ketidakpastian aturan pengupahan muncul karena adanya persepsi kenaikan upah minimum yang memicu PHK. Padahal jika pasar domestik Indonesia kuat tahun depan karena kenaikan upah, hal itu juga akan menguntungkan pengusaha,” ujarnya saat dihubungi secara terpisah.
Cara mencegah para pengunjuk rasa menjadi korban ekonomi adalah dengan duduk bersama. Menurut Bhima, aksi unjuk rasa terjadi menyusul ketimpangan rangsangan antara pengusaha dan buruh.
“Bantuan kepada buruh dirasa kurang, sehingga permintaan berubah menjadi kenaikan gaji. Buruh patuh dengan PP 78/2015 karena UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional. Di PP 78/2015 sudah jelas formula pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi, itu harus dinaikkan menjadi Rp 5 juta di upah DKI,” imbuhnya.
(bantuan/dna)