Jakarta, CNBC Indonesia – Selama sebulan terakhir, Sam Bankman-Fried dan perusahaan yang dia dirikan FTX menjadi berita. Berawal dari masalah di perusahaannya, dan juga kekayaan pria berusia 30 tahun itu dikabarkan turun drastis.
Laporan Bloomberg Billionaires Index awal bulan ini menyebutkan kekayaan pria yang dijuluki anak ajaib crypto itu turun menjadi US$16 miliar atau Rp232,5 triliun. Kekayaan Bankman-Fried terkait dengan aset kripto yang dia miliki dari FTX, perusahaan yang dia dirikan, dan broker kripto Alameda Research.
Masalah dimulai ketika Forbes melaporkan bahwa FTX mirip dengan TerraUSD, yang nilai tokennya anjlok baru-baru ini. Token FTX yang disebut FTT dikatakan didukung oleh pertukarannya sendiri dan dirancang untuk mendukung berbagai proyeknya.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Ini membuat FTT rentan terhadap volatilitas. Belum lagi neraca Alameda Research yang kabarnya akan diisi FTT, terbagi menjadi satu aset senilai US$ 14,6 miliar yang tidak dikunci dan aset terbesar ketiga jaminan FTT yang mencapai US$ 2,16 miliar.
Laporan Forbes mengungkapkan bahwa Alameda dan FTX bukanlah bisnis yang terpisah. Setelah laporan tersebut, Binance, yang memiliki mayoritas token, melepaskan kepemilikan FTT dan akhirnya memperburuk situasi.
Penjualan Binance juga memicu jatuhnya nilai FTT. September 2021 lalu, koin mencapai US$78 dan menjadi US$24 sebelum bos Changpeng Zhao men-tweet pada 6 November tentang keputusannya untuk meninggalkan FTT.
Foto: Sam Bankman-Field. (Dok: Foto AP/Matt York)
Sejak itu nilai FTT terus menurun, seperti hari ini Selasa (22/11/2022) pukul 10:52 WIB nilainya US$1,29 menurut coinmarketcap.com.
Setelah itu, dilakukan produksi massal mencapai US$6 miliar. Bahkan, untuk menyelamatkan perusahaannya, Bankman-Fried meminta Zhao yang merupakan pesaingnya untuk mengakuisisi FTX di luar Amerika Serikat (AS).
Perjalanan Berliku Juruselamat
Sangat menyedihkan bahwa semua ini terjadi setelah Bankman-Fried datang seperti penyelamat industri crypto pada suatu waktu. Saat itulah nilai stablecoin TerraUSD jatuh dan mempengaruhi beberapa perusahaan crypto lainnya. Selama waktu itu dia membuat penawaran likuiditas kepada perusahaan crypto yang terpengaruh seperti Voyager Digital dan Celsius.
Namun ketika FTX mengalami masalah, tidak ada lagi yang membantunya. Kesepakatan pengambilalihan dengan Zhao dilaporkan telah dibatalkan. Menurut Binance, mereka tidak lagi dapat membantu masalah yang dialami FTX. “Awalnya, harapan kami adalah membantu pelanggan FTX dengan menyediakan likuiditas. Namun, masalah ini ternyata di luar kemampuan kami untuk membantu,” kata Binance.
FTX pun akhirnya memutuskan mengajukan status bangkrut di AS. Hal ini pula yang menyebabkan Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) memutuskan menghentikan perdagangan FTX di Indonesia pada 14 November 2022.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Investor Crypto Masih Takut, Apa yang Terjadi?
(npb/roy)