Jakarta –
Komite Etik PSSI didesak untuk menyelidiki tuduhan pemalsuan tanda tangan perwakilan klub Liga 2 yang meminta agar kompetisi dihentikan. Pemalsuan dianggap sangat merugikan.
Dalam surat kesepakatan yang dibagikan, ada 20 klub yang menandatangani permohonan penghentian Liga 2. Segera setelah itu, beberapa klub membantah telah menandatangani pernyataan tersebut alias ada pemalsuan.
Efek pemalsuan ini akhirnya menjadi alasan Komite Eksekutif (Exco) PSSI menghentikan Liga 2 2022. Meski setidaknya ada 15 klub Liga 2 yang masih ingin kompetisi dilanjutkan.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Terkait tanda tangan palsu, kebetulan saya salah satu korbannya. Saya langsung meminta Sekjen PSSI (Yunus Nusi) agar PSSI melakukan pemeriksaan melalui Komite Etik,” ujar Chief Executive Officer Karo United Effendi Syahputra, saat memberikan keterangannya, Selasa (24/1/2023), malam.
“Mengapa saya tidak melaporkannya ke polisi? Karena kami masih dalam ‘keluarga sepak bola’ yang mendorong kebersamaan,” imbuhnya.
Konon, masing-masing klub disodori dana Rp 15 juta untuk menandatangani surat pernyataan tamat kompetisi. Itu dilakukan kapan Liga Indonesia Baru PT (LIB) mengadakan Rapat Pemilik pada 14 Desember 2022.
Beberapa klub mengaku tidak mengetahui tanda tangan yang mereka bubuhkan pada pernyataan penghentian kompetisi. Beberapa orang berpikir bahwa, demi kehadiran belaka, ketika mereka tahu mereka terus menolak untuk menandatangani,
Sementara itu, Effendi mengaku tak mau tinggal diam terkait pemalsuan tersebut. Dia tidak ingin ini hanyut begitu saja.
“Kami akan mengontrol masalah ini. PSSI harus membuktikan bahwa mereka serius menangani hal-hal mendasar seperti ini,” kata Effendi.
Dalam kesempatan yang sama, Manajer Persipura Yan Mandenas mengaku tidak membahas masalah ini dalam Rapat Pemilik, Selasa (24/1). Mereka hanya fokus memperjuangkan kelanjutan kompetisi.
“Kalau kita bahas (pemalsuan tanda tangan), rapatnya bisa lama dan tidak pernah selesai. Tapi apapun alasannya, memalsukan tanda tangan dan memberikan uang adalah ilegal,” kata Yan Mandenas.
(pengisian/rin)