Jakarta –
Tuck Kwong Rendah dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Bahkan, ia masuk dalam daftar orang terkaya di dunia.
Forbes menyebutkan kekayaan Low Tuck Kwong mencapai US$ 13 miliar atau Rp. 204,10 triliun (kurs Rp 15.700). Berdasarkan Forbes Real Time Value, Low Tuck Kwong menduduki peringkat ke-135 orang terkaya di dunia. Sedangkan tahun lalu ia tercatat sebagai orang terkaya ke-18 di Indonesia.
Low Tuck Kwong dikenal sebagai raja batu bara. Pria kelahiran Singapura ini adalah pendiri Bayan Resources, sebuah perusahaan pertambangan Indonesia. Selain itu, ia juga mengendalikan perusahaan yang bergerak di sektor energi baru terbarukan Singapura, Metis Energy, yang sebelumnya dikenal sebagai Manhattan Resources.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Tuck Kwong Rendah berperan di Syarikat Farrer Park, Samindo Resources dan Voksel Electric. Tak hanya itu, ia juga terlibat dalam SEAX Global yang membangun sistem kabel bawah laut untuk koneksi internet yang menghubungkan Singapura, Indonesia, dan Malaysia.
Low Tuck Kwong telah menempuh perjalanan panjang untuk menjadi sesukses sekarang ini. Awalnya, ia bekerja di perusahaan konstruksi milik ayahnya di Singapura pada usia 20-an. Kemudian, ia memutuskan pindah ke Indonesia pada tahun 1972 untuk mendapatkan kesempatan yang lebih baik.
Di Indonesia, Low memulai usahanya sebagai kontraktor bangunan. Namun, ia mulai terkenal setelah berhasil membeli tambang pertamanya pada tahun 1997.
Sementara itu, dikutip dari situs Bayan Resources, pada tahun 1973 Low Tuck Kwong mendirikan PT Jaya Sumpiles Indonesia (JSI) yang merupakan kontraktor pekerjaan tanah, pekerjaan sipil, dan struktur kelautan. Perusahaan dengan cepat menjadi pelopor dalam pekerjaan pondasi tiang pancang yang kompleks dan merupakan kontraktor terkemuka di Indonesia pada tahun 1980-an dan 1990-an.
Pada tahun 1988, JSI menandatangani kontrak penambangan batubara dan menjadi kontraktor penambangan terkemuka ketika Low Tuck Kwong mengambil alih PT Gunung Bayan Pratamacoal (GBP) dan PT Dermaga Perkasapratama (DPP) pada tahun 1998. Saat itu GBP belum memulai penambangan dan Balikpapan. Terminal Batubara di bawah DPP memiliki kapasitas 2,5 juta ton per tahun.
Di bawah Tuck Kwong Rendah, Kumpulan Bayan berubah menjadi perusahaan tambang batubara. Bayan Group dibentuk melalui beberapa akuisisi strategis di sektor batubara.
Dia menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir proyek Tabang/Pakar mengalami perkembangan yang signifikan. Dari hanya operasi penambangan skala kecil yang menghasilkan 1,9 juta ton pada tahun 2014 menjadi sekitar 22,7 ton pada tahun 2018. Hal ini menempatkan perusahaan ini dalam 5 besar produsen batubara Indonesia. Pertumbuhan diprediksi meningkat dari tahun ke tahun dengan proyek menargetkan produksi 50 juta ton per tahun.
Bayan Group juga memiliki infrastruktur batubara dengan kepemilikan di Balikpapan Coal Terminal, Jeti Perkasa dan Wahana serta dua Floating Transfer Barges (KFT). Dengan fasilitas ini, perusahaan menurunkan dan memuat kargo ke kapal dengan kecepatan 3.000-8.000 ton per jam. Perusahaan akan terus berinvestasi untuk memperluas fasilitas jika diperlukan.
(acd/gbr)