Jakarta, CNN Indonesia —
Setelah hampir empat bulan sejak itu Tragedi Ujian, sepak bola Indonesia tidak akan kemana-mana. Tidak tahu di mana.
Kisah sedih tentang sepak bola Indonesia terus bermunculan dari masa ke masa.
Belum lama ini bus pemain Arema FC dilempar suporter yang tidak bertanggung jawab. Selang beberapa detik, beberapa suporter PSS Sleman terluka akibat lemparan batu dari dalam bus oleh pemain Singo Edan.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Bus Persis Solo terbaru yang dilempar suporter Persita Tangerang menyebabkan kaca pecah dan seorang petugas terluka.
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming mencuit bahwa penyerangan tersebut akibat Tragedi Kanjuruhan yang tidak tertangani secara maksimal.
Sejak Liga 1 2022/2023 ditarik pada 5 Desember 2022, kepemimpinan wasit tak kunjung membaik. Wasit selalu membuat keputusan kontroversial. Performa wasit masih sama dengan sebelum Tragedi Kanjuruhan.
Jalannya persaingan semakin tidak teratur. Jadwal pertandingan yang dirancang oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator semakin semrawut. Semakin banyak pertandingan tidak dapat diadakan.
Teranyar, laga Arema melawan Bali United terpaksa ditunda. Pasalnya, manajemen Arema belum bisa memastikan di mana pertandingan akan digelar. Arema menolak tampil di beberapa daerah.
Dalam sepekan terakhir, para pemain Arema secara psikologis dilanda kenyataan pahit. Mereka juga menjadi korban Tragedi Kanjuruhan dan kini seolah menjadi tersangka yang perlu ditindak secara sosial.
Benci sepakbola itu nyata. Sepak bola sebagai alat perjuangan seakan menghilang di Arema. Sepak bola menderita bagi Arema. Dan benih-benih persatuan dari Tragedi Kanjuruhan mulai pecah.
Seolah-olah seseorang dengan sengaja mengobarkan dendam lama. Cerita perseteruan masa lalu dibangkitkan kembali setara dengan pelemparan bus Arema. Kemarahan tercipta lagi.
Dan sayangnya, Liga 1 musim ini tidak menerapkan promosi degradasi. Hal itu diputuskan Komite Eksekutif (Exco) PSSI usai menghentikan Liga 2 2022/2023 dengan alasan yang dinilai masuk akal.
Liga kacau balau: jadwal berantakan, wasit tak berminat memutuskan apa yang terjadi, suporter mulai beringas lagi, dan pemain jadi korban sistem, membuat petinggi PSSI ‘berkembang’. kail.
Tragedi Kanjuruhan yang merenggut 135 nyawa dan puluhan luka-luka, serta selebihnya menderita luka emosional dan psikologis, sampai saat ini sama sekali tidak mengubah sepak bola Indonesia. Keduanya mati rasa.
Baca kelanjutan berita ini di halaman selanjutnya>>>
Menanti Kerendahan Hati Sang ‘Pemilik’ Arema
BACA HALAMAN BERIKUTNYA