Jakarta, CNN Indonesia —
Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan Indef Rizal Taufikurahman meminta pemerintah dan DPR tunda pembahasan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (nomor PPSK).
Hal ini dilakukan guna menjaga kepercayaan ekonomi dan gejolak sistem keuangan Indonesia tahun depan. Apalagi, 2023 akan menjadi tahun politik.
“Dengan ini misalnya, harus ditunda pemberlakuan undang-undangnya,” ujar Rizal dalam Diskusi Umum INDEF bertajuk ‘Menelaah RUU PPSK: Bagaimana Masa Depan Sektor Keuangan Indonesia?’, Jumat (25/11).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Menurut dia, RUU P2SK perlu diundangkan saat drafnya sudah lengkap dan mengakomodir seluruh pemangku kepentingan melalui rekrutmen publik dari berbagai kalangan dan juga saat situasi stabilitas ekonomi terkendali.
Rizal menilai masih banyak hal yang perlu diperhatikan dalam RUU P2SK. Salah satunya tentang wacana anggota partai politik yang bisa menjadi anggota direksi Bank Indonesia. Menurutnya, hal ini mengancam independensi bank sentral.
Idealnya, kata dia, pengurus BI tidak bergabung dengan partai politik karena bisa mempengaruhi arah kebijakan bank sentral itu sendiri.
“Kemerdekaannya akan berkurang. Bahkan saya kira terancam akan sangat dipengaruhi oleh kepentingan politik,” jelas Rizal.
Ia menambahkan, jika independensi bank sentral terganggu, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan akan melemah.
Wacana lain dalam RUU P2SK yang menjadi perhatian adalah soal OJK yang akan mengawasi koperasi simpan pinjam (KSP). Namun belakangan DPR tidak setuju dengan hal tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad juga mendukung pernyataan DPR tersebut. Menurutnya, jumlah koperasi simpan pinjam sangat besar yakni lebih dari 7.000, sementara OJK sendiri sepertinya belum siap.
[Gambas:Video CNN]
Apalagi, kata dia, aset KSP yang peredarannya luar biasa sulit dipantau.
“Kalau kita lihat, sepertinya OJK masih belum siap, baik dari sisi kelembagaannya,” kata Tauhid.
Ia juga mengatakan, dalam rangka pembinaan dan pengawasan oleh OJK, mereka akan mengenakan pungutan yang dianggap membebani KSP.
Menurut Tauhid, pengawasan KSP sebaiknya tetap diserahkan kepada Kementerian Koperasi dan UKM. Oleh karena itu, RUU Perkoperasian yang telah disusun perlu dibahas dan ditetapkan sebagai dasar legislasi dan operasional KSP.
Lebih lanjut, Tauhid juga menyoroti wacana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang akan menjamin dan melindungi kebijakan publik di perusahaan asuransi.
Menurutnya, perlu kehati-hatian dalam membuat kebijakan ini. Pasalnya, penjaminan polis akan menjadi ‘moral hazard’ karena pihak pengelola asuransi akan terlena dan semakin tidak profesional dalam mengelola asuransi.
“Hal ini justru membuat pengawasan menjadi lemah dan menjadi insentif bagi pengelola kebijakan untuk membuat skema asuransi yang berisiko tinggi,” ujarnya.
Menurut Tauhid, tidak perlu ada penjaminan dari LPS, biarlah itu bagian dari sistem asuransi itu sendiri yang bersifat talangan.
(mrh/agustus)
[Gambas:Video CNN]